Pengamat Media Sosial; Frustasi dan Stres Perlu Konsultasi Terhadap Psikologi dan Spikiater

Bima, Salam Pena News – Pengamat sosial, Aidin M.Si mengatakan narasi fou (kejar), Katufe (meludahi), dan cike (mengusir dengan kasar) yang disampaikan melalui sosial media merupakan gejolak frustasi yang dialami seseorang akibat stres dan rasa putus asa.

“Munculnya frustasi erat kaitannya dengan dengan kegagalan atau keinginan tinggi seseorang yang tidak tercapai,” katanya,

Menurutnya, rasa frustasi dapat terjadi pada siapa saja. Frustasi kerap disertai dengan rasa kecewa, marah, bingung, cemas, dan perasaan gagal. Saat rasa frustasi mendera, semua menjadi terasa kacau dan tidak terkendali.

Kondisi ini biasanya terjadi akibat ketidaksesuaian antara harapan dengan realita. Faktor penyebabnya antara lain kegagalan yang terus berulang, situasi kerja yang membuat stres, kondisi lingkungan yang tidak nyaman, serta keinginan yang terlalu tinggi.

“Frustasi muncul akibat ketidak mampuan dalam menghadapi dinamika global, sehingga melahirkan gejolak internal dalam dirinya. Yang berujung terjadi perubahan sikap, mental dan pikiran,” katanya. Minggu, 17 November 2019.

Jalan satu-satunya yang dilakukan adalah mengeluarkan kata kasar sebagai alibi untuk menutup ketidakmampuan bersaing secara intelektualitas. Dalam pandangan Markam, lanjutnya frustasi merupakan suatu bentuk kondisi ketegangan yang tak menyenangkan.

“Dipenuhi sebuah rasa dan kegiatan syaraf yang semakin meninggi yang disebabkan oleh rintangan dan masalah,” ungkapnya.

Menurutnya saat ini, bukan masa trasisi intelektual tetapi, narasi tersebut sengaja untuk menutupi keburukan dalam diri dan bisa jadi syarafnya hilang. Karena kalau orang normal mustahil bisa menggunakan kalimat yang jorok dan buruk di ruang-ruang publik.

Perilaku tersebut tentu akan mempengaruhi dan berdampak bagi seluruh aspek kehidupan. Apabila seseorang tidak mampu bertahan dalam era pertarungan global, Karena tuntutan bahwa semua orang harus produktif dengan gagasan dan karya.

“Jika tidak mampu menghadapi semua itu kita pasti akan menyalahkan orang dengan kata kasar seperti tufe, cike dan fou karena untuk mencari ruang dalam diri dengan menggunakan kata-kata kasar kepada yang di anggap lawan”, lanjutnya.

Munculnya kata Tufe, cike, fou dan sejenisnya yang menjadi trend di media sosial, lebih dipengaruh sikap ketidak mampuan secara kolektif atau individu yang di bangun dalam menjawab kegagalan dirinya,” Terang dosen muda ini.

“Struktur gerakan katufe dan kato dan cike dibuat untuk menghalangi kemajuan sebuah pembangunan daerah. Karena secara teori sosiologi perilaku tersebut bertujuan mencari keuntungan berdasarkan kehendak individu dan nalarnya,” ungkapnya.

Karena orang-orang yang tidak mampu dalam bersaing, narasi intelektual adalah katufe, fou dan cike. Tujuannya mempengaruhi sikap brutal dan perilaku buruk dalam kehidupan sosial. Karena orang stres tentu akan selalu fatal dalam berperilaku dan bertindak.

“Maka dari itu perlu berkonsultasi ke psikologi dan psikiater agar bagaimana mengelola rasa frustasi dan stress dengan baik,” tutupnya.(cr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *