Review Narasi Publik IDP-DAHLAN Gagal Atau Sukses; Perspektif Analisis Sosial Pembangunan.

Analisis kebijakan hadir sebagai proses untuk memproduksi dan mentransformasi pengetahuan atau informasi yang relevan dengan kebijakan yang telah ada. Melalui analisis kebijakan seorang analis dapat menghasilkan informasi dan argumentasi terhadap kebijakan tersebut. Menganalisis kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Bima dalam penggunaan APBD tiap tahun bisa di ukur, apakah periode kepemimpinan IDP-DAHLAN sebagai bupati dan wakil bupati Bima periode 2015-2020 gagal atau sukses.

Secara ilmiah bisa di review dalam penggunaan atas APBD Kabupaten Bima dengan konsep pembangunan yang di sebut dengan “Bima Ramah”. Bima Ramah adalah nama kitab suci kepemimpinan IDP-DAHLAN di dalamnya terkandung visi dan misi yang menjadi nilai (value) untuk diucapkan tiap hari, baik dalam ruang publik maupun ruang privat. Penjabaran “Bima Ramah” kemudian dibentuk dalam aksi nyata berupa program selama lima tahu kepemimpinan.

Pertama; Sebagai poin penegasan dari sekian porsen dari visi, misi yang di tuangkan dalam konsep “Bima Ramah” itu-pun paling tidak ada nilai idiologis yang di bawah oleh IDP-DAHLAN individu privat sebagai warga masyarakat kabupaten bima, dan juga individu publik sebagai kader partai yang menjadi kendaraan politiknya. Idealnya harus seperti itu, sehingga kongklusif dari semua itu adalah; apakah termuat pada konsep pembangunan yang disebut dengan “Bima Ramah”?. Itu yang mesti analisis oleh publik akademik sehingga bisa diketahui apakah IDP-DAHLAN sebagai individu privat menggunakan APBD Kabupaten Bima untuk kepentingan pribadinya atau untuk kepentingan masyarakat kabupaten Bima umumnya.

Ke-Dua; Ukurannya adalah apakah pengalokasian APBD Kabupaten Bima tiap tahun cenderung banyak pada belanja privat dan belanja Publik?. Jawabannya adalah penjabaran dari kitab suci pembangunan yang diberi nama “Bima Ramah” Religius, Amanah, Makmur, Aman, dan Handal, dalam bentuk program oleh dinas-dinas terkait.

Ke-Tiga; Kepemimpinan IDP-DAHLAN akan di lihat dan di nilai oleh masyarakat Kabupaten Bima dengan jelas atas kecenderungannya untuk pengalokasian angaran APBD Kabupaten Bima di tiap dinas. Dinas-Dinas di bawah kepemimpinannya harus progres melaksanakan program atau menerjemahkan visi dan misi atasannya yaitu bupati dan wakil bupati, sebagai pimpinan atas kepentingan masyarakat yang dirampung di dalam konsep pembangunan “Bima Ramah” dalam bentuk program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

Ke-Empat; Konsep “Bima Ramah” akan menjadi cerminan dari pengelokasian atas penggunaan APBD Kabupaten Bima yang cenderung mendorong dinas terkait (Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Dinas Kelautan, Dinas Sosial, DLH, DBPM-Desa dan Dinas Ke-Agamaan. Dinas PU) untuk fokus pembangunan, juga sebagai bentuk keberpihakannya sebagai pemimpin yang memiliki warna idiologis. Jawaban itu akan selaras dengan pembagian atas struktur anggaran APBD Kabupaten Bima.

Hal itu bisa digunakan pendekatan seorang analis. William Dunn (2004); Dengan memperhatikan beberapa indikator sebagai variabel; fakta, nilai dan tindakan, dari kebijakan penanggulangan atas kebutuhan masyarkat yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bima dalam hal ini kepemimpinan IDP-DAHLAN selam lima tahun. Secara mikro dengan cara itu bisa mengetahui apakah jenis kepemimpinan IDP-DAHLAN, ini cenderung perduli kesehatan, perduli pendidikan, perduli kelautan, perduli lingkungan hidup. Secara makro bisa di ketahui bahwa konsep pembagunan “Bima Ramah” itu pro rakyat atau tidak.

Bukan pribadi Ibu Hj. Dinda Damayanti, SE dan Dr. H. Dahlan M. Nur, yang dimusuhi dan yang harus dikritik, tetapi yang mesti di kritik adalah tubuh publik, pikiran publik dan tindakan publiknya, di waktu delapan (8) jam dari 24 jam selama sebagai subjeknya. Artinya sama halnya (Lut) secara pribadi bisa saja mati tetapi jabatan (Lut) sebagai wali kota tidak boleh mati. Wujud dari itu yang menjadi subjek publik. Esensi dari wujud itu yang di Lantik menjadi bupati dan wakil bupati selam lima tahun memimpin kabupaten Bima. Diri publik, pikiran publik dan tindakan publiknya itu kemudian termuat di dalam konsep “Bima Ramah” yang di rancang berdasarkan belanja publik, belanja privat. (Belanja langsung dan belanja tidak langsung).

Cara ini mesti dibiasakan oleh individu yang memiliki nalar kritik. Terutama Kaum Akademisi untuk mengkritisi konsep kepemimpinan IDP-DAHLAN, dengan konsep pembangunan Bima Ramah-Nya. Persoalan tentang kritik, pemerintah juga harus membuka diri untuk menerima kritikan semasih indentitas pengkritik adalah warga negara Indonesia (WNI) Artinya kritik sifatnya tidak terbatas oleh administrasi dan letek geografis. Sekali lagi para pengkritik harus menggunakan metode dan pendekatan yang jelas dalam menelaah suatu persoalan, agar supaya terbuka dialetika refrensi bagi siapapun yang menikmati ruang publik sosial media (Sosmed).

Dengan demikian untuk membangun sebuah narasi atau wacana agar memperhatikan betul etika-etika ruang publik dan menggunakan metode dan pendekatan yang ilmiah. Sebab bila kaum akademik keluar dari standar ilmiah, maka tidak ada bedanya dengan kaum demagog. Narasi, wacana yang di bangun oleh kaum akademik yang tidak memiliki standar ilmiah artinya Hoax, bisa terpidana. Pada sisi lain kaum akademis seperti itu dalam perspektif sosiologi adalah subjek postruth.

Saran penulis untuk mengucapkan kritikan baiknya menggunakan cara analis William Dunn, untuk mengukur sukses atau tidak suatu pembangunan bisa menggunakan metode dan pendekatan; (1) Empiris, dengan pertanyaan adakah (fakta)? Menggunakan metode Deskriptif dan prediktif. (2) Normatif, dengan pertanyaan Apakah (Nilai)? Yang metodenya Evaluatif, (3) Evaluatif, dengan mengajukan pertanyaan apa yang harus diperbuat (Analis)? metode deskriptif.

Ini perlu dilakukan untuk mendapatkan berbagai data dan mengolahnya menjadi informasi yang relevan terhadap suatu kebijakan (policy information) untuk selanjutnya digunakan membantu merumuskan (formulation) suatu masalah publik yang rumit dan kompleks menjadi lebih terstruktur (well-structured policy problem) sehingga memudahkan dalam merumuskan dan memilih berbagai alternatif kebijakan (policy alternatives) yang akan digunakan untuk memecahkan suatu masalah kebijakan untuk direkomendasikan kepada pembuat kebijakan (policy maker).
Bersambung.!

MAK’RUF/Chery
Wakil Ketua Perkumpulan Masyarakat Pesisir (PEMESTA)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *