Penulis
Muaidin
Ketua Bidang Pembina Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bima
Prof. Yudian Wahyudi selaku Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) telah mengeluarkan statement yang menyakiti hati seluruh umat beragama dan berpotensi mengancam stabilitas bangsa indonesia yang plural.
Mengatakan bahwa Agama jadi musuh terbesar pancasila merupakan pengingkaran terhadap sejarah terbentuknya pancasila sebagai satu konsensus atas titik temu pikiran-pikiran kelompok islam “agamawan” dan kelompok nasionalis (kebangsaan). Polemik runtuhnya orde baru menuju orde reformasi dan diperbolehkannya kembali OKP, ormas dan partai politik dalam memilih asas selain pancasila bukan pembunuhan secara administratif terhadap pancasila seperti apa yang ada dalam pikiran kolot Prof Yudian wahyudi.
Walaupun di dapatkan temuan temuan akan semakin mencuatnya upaya reduksi yang dilakukan oleh minoritas agama atas pancasila juga tidak boleh mengatakan bahwa agama musuh terbesar pancasila tetapi itu adalah gambaran dari ketidakmampuan kita melihat sisi korelasi Agama dan pancasila sebagai pandangan hidup bangsa indonesia.
Pancasila adalah pandangan hidup (weltanschauung) bangsa Indonesia. Ia lahir dari hasil galian para Founding Father terhadap kekayaan budaya dan nilai luhur bumi Indonesia. Tentunya nilai nilai keluhuran budaya yang menjadi kepribadian bangsa tidak dilihat pada satu aspek karena kakayaannya.
Meskipun sejak awal perjalannya, pancasila yang merupakan muatan dari piagam jakarta menuai pro kontra pemikiran founding father bangsa atas butiran butiran sila pancasila sampai pada perubahan tujuh kata atas sila pertama. Bagi penulis, tentunya Perubahan tujuh kata ini adalah awal titik-temunya antara diskursus agama dan negara dalam sejarah perjalanan bangsa indonesia.
Pancasila sudah final sebagai pandangan hidup (weltanschauung) tidak ada yang harus pertentangkan lagi, sebab diskursus antara agama dan pancasila sebagai ideologi telah menemukan titik temu dan tidak ada sedikit pun yang bertentangan. Diskusi-diskusi keagamaan justru sangat menunjukkan akan adanya penegasan atas implementasi nilai nilai yang ada dalam butir pancasila.
_*BPIP: apakah jubah baru bagi tumbuh suburnya pemikiran marxisme dan komunisme?*_
Ditelisik dari salah satu ungkapan Karl Marx yang paling populer bahwa “Agama adalah Candu” maka akan di jumpai proses sekularisasi Agama dalam kehidupan masyarakat sampai pada puncaknya Agama menjadi musuh bersama.
Munculnya pertentangan pancasila dan agama khususnya Islam bukanlah isu baru, tapi merupakan isu lama yang dulu pernah dilakukan PKI. Hal ini pernah disampaikan Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution dalam dokumennya yang masih ada. Kalangan PKI-lah yang menghembuskan pertentangan Pancasila dan Islam. Dulu terang-terangan dengan nama PKI. Setelah PKI dilarang, mereka sembunyi-sembunyi tapi misi tetap sama.
Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution adalah target utama PKI dalam peristiwa G30S/PKI, qadarullah beliau lolos selamat, namun yang menjadi korban adalah putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya, Lettu Pierre Tendean.
_*Agama tidak bertentangan dengan pancasila.*_
Ketika ditinjau dari pikiran pikiran Yudi Latief dalam bukunya negara paripurna: “historisitas, rasionalitas dan aktualitas pancasila” yang juga sebelumnya pernah menjabat sebagai Kepala BPIP ini maka penulis menemukan adanya pengaburan pengaburan historis atas kelahiran pancasila dalam fakta berbangsa dan bernegara kita akhir akhir ini. Tidak hanya itu, mengabaikan telaah rasional dan kritis atas pancasila akan menimbulkan adanya mis-aktualisasi terhadap nilai nilai pancasila sebagaimana sikap Yudian Wahyudi.
Ini menunjukan adanya upaya upaya untuk melakukan reduksi terhadap substansi nilai pancasila, Badan Ideologi Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) justru harus hadir untuk melakukan Radikalisasi nilai pancasila seperti pikiran pikiran Yudi Latief dalam bukunya yang berjudul negara Paripurna.
Atau pada langkah yang lebih ideal adalah BPIP hadir sebagai lembaga lembaga kajian yang melakukan upaya upaya moderasi Agama dan Pancasila dalam dinamika kenegaraan kita.