PENDIDIKAN BELAJAR DARI COVID-19

Oleh:
Ibnu Hajar,M.Pd

Sejak dunia dilanda pandemi Covid-19 memang telah mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, baik ekonomi, sosial dan budaya. Hampir semua negara di dunia mengalami resesi ekonomi dan berimbas pada bidang lainnya. Indonesia sebagai bagian dari habitat dunia tentunya juga mengalami dampak dan mempengaruhi banyak sendi-sendi kehidupan baik secara konseptual maupun praktis. Pada bidang ekonomi Indonesia melakukan berbagai upaya antara lain melakukan restruknisasi berbagai program-program terutama program fisik untuk penanggulangan dampak dari efek domino penyebaran Covid-19.

Pada bidang pendidikan sangat banyak isu-isu atau kebijakan strategis yang mungkin akan terjadi perubahan akibat dari penyebaran Covid-19 baik secara konseptual maupun praktis. Kita berharap tentunya perubahan ini bukan datang tiba-tiba karena desakan Covid-19, tetapi benar-benar dilahirkan dari kajian yang mendalam dan komprehensip. Karena kita tau bahwa pendidikan adalah investasi manusia, bukan sesuatu yang instan, akan tetapi berlaku jangka panjang. Apa yang kita lakukan hari ini akan kita tau dan nikmati hasilnya beberapa dekade yang akan datang.

Kebijakan strategis yang duluan mengalami perubahan oleh karena Covid-19 adalah dibatalkannya Ujian Nasional (UN) tahun 2020. Mengalami “mati muda” dari yang direncenakan akan berakhir tahun 2021. Wacana dan tuntutan dihilangkannya UN yang sebenarnya sudah berlangsung begitu lama dari mulai awal kelahirannya tahun 1950 tetapi baru diputuskan dihilangkan setelah dunia dan Indonesia terserang oleh virus corona atau Covid-19. Di sisi yang lain memang tindakan ini harus dilakukan karena faktor kemanusiaan untuk melindungi hak hidup warga negara. Keputusan dibatalkanya uijian nasional termuat di dalam surat edaran kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 tahun 2020 tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19).

Perubahan adalah merupakan sebuah keniscayaan. Tidak ada yang abadi dan tidak berubah kecuali peruabahan itu sendiri. Tetapi hendaknya setiap perubahan pada pendidikan tidak datang tiba-tiba tetapi harus atas kesadaran, sebab pendidikan adalah sesuatu yang dinamis dan selalu mengikuti tuntutan kekinian. Bukankah Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menjelaskan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dengan demikian bahwa segala aktivitas dalam dunia pendidikan mesti harus dilakukan dengan cara sadar dengan pengertian bahwa semuanya atas perencanaan yang baik dan dilakukan secara konsisten agar mencapai tujuan yang diinginkan.

Sepertinya Virus corona atau Covid-19 akan menjadi guru bagi pendidikan di Indonesia, sebab kita akan banyak mengambil pelajaran atau ilmu pengetahuan dari cara penularan wabah Covid-19. Walaupun ini masih dalam tingkat wacana dan sudah beredar diberbagai meja diskusi dan sosial media. Berikut ini antara lain perubahan yang mungkin akan terjadi yang awalnya merupakan tindakan insidentil dan prenventif menghindari terpapar oleh Covid-19 malah mungkin akan menjadi sesuatu kebijakan yang fundamental dalam konsep dan praktik pendidikan di Indonesia.

PERTAMA: Penerapan jaga jarak (Physical Dictancing) atau jarak sosial (Social Dictancing) yang diterapkan untuk mencegah penularan Covid-19 akan merubah kebijakan pendidikan khususnya pada jumlah siswa per-rombel yang sebelumnya diatur dalam Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Pada regulasi tersebut telah diatur bahwa jumlah siswa per-rombel pada berbagai jenjang yaitu; SD/MI= 28, SMP/MTS=32, SMA/MA=36, SMK=36, SD/LB=5, SMPLB=8, SMALB=8. Aturan jumlah siswa tersebut kemungkinan akan mengalami perubahan karna salah satu dari cara penularan Cocid-19 adalah terjadinya penumpukkan massa pada suatu tempat dengan jarak yang terlalu dekat. Wacana pengurangan jumlah siswa per-rombel tersebut tentunya ditanggapi sangat senang oleh kalangan guru-guru atau sekolah karena dengan adanya pengurangan jumlah siswa per-rombel akan berpengaruh sangat signifikan bagi bertambahnya jumlah rombel yang tentunya akan berpengaruh pada peluang mendapatkan tunjangan sertifikas bagi guru yang selama ini terus menjadi polemik (keharusan mengajar 24 jam/minggu).

Disamping itu dengan jumlah siswa yang cukup ideal di dalam kelas akan memudahkan guru dalam pengendaliannya. Dalam kajian teoritis maupun empiris memang sebenarnya bahwa jumlah siswa yang sangat banyak di dalam kelas akan sangat berpengaruh pada pelaksanaan belajar mengajar di kelas, baik dalam pengorganisasiannya maupun dalam proses belajar mengajarnya. Semakin banyak siswa di dalam kelas maka semakin beragam karakteristik siswa yang dihadapi sehingga berpengaruh pada efektifitas pelaksanaan kegiatan belajar dan tidak tercapainya kompetensi yang diinginkan.

KEDUA; Himbauan untuk tidak berada pada ruangan tertutup dalam waktu yang lama karena akan meningkatkan resiko terpapar Covid-19 akan merubah kebijakan pendidikan khususnya lama waktu siswa belajar di sekolah. Banyak wacana yang sudah beredar terkait waktu belajar siswa di sekolah seperti; a) siswa hanya belajar 4-5 jam di sekolah, b) siswa belajar di sekolah satu minggu dan minggu berikutnya belajar di rumah, c) Masuk sekolah dengan sistem sheef dengan jarak waktu selang sekitar 1 jam/sheef.

Mengaca atau mengambil pengalaman dari negara-negara yang sistem pendidikannya sudah maju seperti Finlandia yang saat ini dinilai sebagai negara paling baik sistem pendidikannya, pada sekolah setara SD siswa di sekolah hanya menghabiskan waktu sekitar 4-5 jam/hari, sedangkan pada tingkat SMP dan SMA memiliki sistem sama dengan perguruan tinggi. Siswa datang ke sekolah hanya pada jam mata pelajaran yang mereka pilih.

Konsep di negara Finladia tersebut tentunya tidak ada salahnya digunakan walaupun sebenarnya bahwa tidak ada strategi atau tehnik yang paling baik atau efektif untuk seluruh tempat atau situasai/keadaan. Di Finlandia tidak hanya itu yang diterapkan tetapi juga seperti mempunyai guru yang berkualitas. Guru harus diseleksi dengan ketat mulai dari nilai, integritas mereka, semangat mereka dalam mengajar, serta karya apa yang bisa menunjang pendidikan. Para guru harus meraih gelar master dan 10 besar lulusan terbaik dari suatu universitas.

Pada sisi yang lain pendidikan kita di Indonesia dinilai bahwa kita terlambat di dalam melakukan spesialisasi keahlian, bakat dan minat peserta didik serta jumlah mata pelajaran yang harus dikuasai sangat banyak, misalnya pada tingkat SMA setidaknya ada 15 (lima belas) mata pelajaran yang harus diiukuti sehingga beban siswa cukup berat. Hal ini berbeda dengan sistem negara lain yang sejak dini melakukan spesialisasi keahlian dan bakat siswa, sehingga mereka sejak dini juga dapat meningkatkan keahlian dan bakatnya. Sistem tersebut berpengaruh pada waktu belajar di sekolah.
Mereka datang di sekolah hanya pada saat-saat mata pelajaran pilihan atau keahlian mereka.

KETIGA; Kebijakan Belajar Dari Rumah (BDR) pada era pandemi Covid-19 yang diterapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini tentunya akan berpengaruh pada kebijakan pendidikan, kompetensi yang persysaratkan maupun sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

Evaluasi dari pelaksanaan BDR yang sudah berlangsung selama ini ditemukan bahwa kompetensi atau kemampuan untuk menguasai teknologi terutama berbasis TIK adalah faktor yang sangat urgens karena baik siswa maupun guru selama belajar jarak jauh dari rumah tentunya menggunakan aplikasi-aplikasi yang menuntut keterampilan atau keahlian untuk mengoperasikannya. Guru dan siswa hari ini tidak boleh gagap teknologi tetapi harus melek teknologi karena itulah yang menjadi tuntutan era persaingan informasi dan teknologi atau era revolusi industri 4,0.

Disamping itu dari evaluasi pelaksanaan BDR yang sudah berlangsung ditemukan bahwa banyak siswa yang mengeluhkan tidak bisa mengikuti belajar jarak jauh dari rumah karena terbatasnya fasilitas pendukung yang mereka miliki seperti tidak mempunyai; HP android/Leptop, paket internet, TV dan radio (Dikbud juga melaksanakan program belajar bersama melalui televisi dan Radio). Apabila konsep ini benar-benar akan dijalankan maka perlu dicarikan solusi untuk bisa keluar dari hambatan sarana dan prasarana tersebut.
Sepertinya halnya melanjutkan memberikan paket internet kepada siswa dan guru yang bersumber dari Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang sudah berjalan.

Penerapan pembelajaran dengan berbasis teknologi atau TIK dengan menggunakan berbagai aplikasi adalah memang merupakan visi besar Mas Menteri panggilan akrab menteri pendidikan Nadiem Makarim, selain 4 (empat) program pokok yang dikemas dalam merdeka belajar. Visi tersebut merupakan hasil dari pengalaman beliau yang sangat berhasil dalam bisnis transportasi online dengan berbasis aplikasi online yang digeluti. Pendidikan dengan berbasis online membuat kita dapat mengakses pendidkan dengan tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu.

Dimana dan kapanpun kita dapat mengakses pendidikan. Itulah yang menjadi nilai keunggulan dengan menerapkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pendidikan. Teknologi memang tidak mampu menggantikan posisi dan peran guru di depan kelas tetapi akan menjadi faktor pendukung memudahkan guru dan siswa.

Kita sangat berharap pendidikan Indonesia dapat mengambil pelajaran dari cara kita menghindari terpapar oleh Covid-19 dan dari negara-negara yang sudah maju sistem pendidikannya dan tentunya harus setelah melalui kajian yang mendalam dan komprehensif dan dilaksanakan secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqomah) agar mencapai tujuan yang diinginkan.

Penulis adalah guru SMAN 2 Kota Bima, sebagai wakil kepala sekolah bidang kurikulum

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *