Oleh
Suherman
Mantan Anggota KPU Dompu
Pemerhati Masalah Sosial Politik Dompu.
Untuk diketahui di NTB paska penetapan perolehan suara paslon, dari tujuh Kabupaten/kota yang menggelar PIlkada.
Informasinya ada tiga daerah yang mengajukan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) di MK. Diantaranya Kabupaten Bima, Sumbawa dan Lombok Tengah.
Pasal 158 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan lampiran V peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 tentang tata beracara dalam perkara perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota secara tegas dan jelas menyebutkan bahwa syarat untuk mengajukan PHP adalah adanya selisih perolehan suara antara 0,5 % sampai 2 % sesuai dengan jumlah penduduk di suatu daerah yang melaksanakan Pilkada.
Kalau bersandar pada ketentuan itu, meskipun pemohon adalah pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Walikota dan Wakil Walikota dalam pemilihan Tahun 2020.
Namun apabila pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud UU dan Peraturan MK diatas.
Maka, menurut saya pemohon sesungguhnya tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan perkara a quo. Atau dengan kata lain, permohonan tersebut tidak dapat diterima oleh MK.
Memang semua paslon yang berkeberatan dengan keputusan KPU tentang perolehan suara berhak untuk mendaftarkan perkara PHP di MK dan semua pasti diterima.
Namun nantinya tidak semua permohonan akan dilanjutkan pada tahap persidangan manakala tidak memenuhi ketentuan selisih perolehan suara.
Upaya UU dan Peraturan MK memberikan batasan agar hanya persoalan selisih perolehan suara saja yang disidangkan.
Adapun apabila dalam pelaksanaan pemilihan ditemukan pelanggaran administrasi, tindak pidana, pelanggaran kode etik atau kecurangan. Maka, paslon dapat menempuh saluran lain seperti melaporkam ke Bawaslu, DKPP dan atau pengadilan TUN.
Meski demikian kita harus hormati upaya dan langkah hukum paslon untuk mengajukan PHP di MK. Walau kesannya sia-sia, menghabiskan biaya, energi dan waktu.
Dulu pengalaman Pilkada Dompu 2015 demikian, MK menolak permohonan PHP yang diajukan oleh salah satu paslon karena tidak memenuhi ketentuan UU dan Peraturan MK tersebut.