Oleh ; Syech Fathur
Bima, Salam Pena News – Keduanya memang sudah lama wafat, Bung Karno wafat *21 Juni* 1970 dan Suharto wafat 21 Januari 2008. Tapi konflik politik kedua orang Negarawan tersebut tidak ikut terkubur bersama mereka. Bahkan gonjang-ganjing politik nasional selama lebih setengah abad terakhir ini tetap dalam bingkai kedua Trah mereka berdua dengan ideologi masing2. Bung KARNO Presiden SIPIL yang SOSIALIS dengan Marhaenisme-nya. Soeharto yang Fasis-Militeristik dengan gerbong KAPITALISME-nya.
Kedua Negarawan meski seumur hidupnya berdarah2 demi negara tapi di akhir kekuasaan keduanya sama-sama lengser karena KUDETA. Untuk kemudian menjalani sisa hidupnya masing2 sebagai “Terpidana”. Bung Karno berakhir sebagai TAPOL (Tahanan Politik), sedangkan Soeharto berakhir sebagai KORUPTOR.
Bung Karno setelah *di-Kudeta Merangkak* (istilah *Prof Salim Sa’id*) oleh Soeharto lalu di-TAPOL-kan dan dipenjarakan di Wisma Yaso sampai akhir hayatnya tanpa proses Peradilan *MAHMILUB* (Mahkamah Militer Luar Biasa) apapun. Sehingga sampai detik inipun seluruh rakyat Indonesia tidak ada yang paham Bung Karno dipidanakan atas delik apa: Komunisme kah, sebagaimana yang selalu distigmasikan oleh Amerika cs? Atau atas tuduhan sebagai “Dalang Pemberontakan PKI” pada Tragedi G-30 September? Tuduhan yang tidak masuk akal jika Presiden Soekarno mendalangi satu pemberontakan untuk mengkudeta dirinya sendiri.
Sedangkan Soeharto yang membangun Negara Fasis-Militeristik setelah 32 tahun berkuasa tidak pernah sepi dari penindasan, penggusuran, pelanggaran HAM dan *menebar angin* permusuhan, konflik dan kekerasan horizontal dan vertikal, akhirnya *harus menuai badai Reformasi*. 21 Mei 1998 Soeharto pun lengser ke prabon.
Bung Karno dilengserkan secara bertahap. Parpol2 besar pendukungnya (PNI dan PKI) dihancurkan terlebih dulu. Kemudian dilucuti lewat Supersemar 66 dan _di-impeachment_ pada Sidang Istimewa MPR-S (1967). Disebut MPR-S 1966, karena ‘S’-nya itulah yang menjadikannya inkonstusional atau *MPR “ABAL2″* bentukan Soeharto yg melakukan PAW (Pergantian Antar Waktu) sendiri terhadap seluruh unsur Pimpinan dan Anggota MPR hasil Pemilu 1955 sebelumnya. Soeharto membersihkan lembaga Tertinggi Negara itu bukan hanya dari unsur Komunis melainkan juga dari para Soekarnois dan kaum Sosialis Revolusioner.
Bapak Proklamator Kemerdekaan RI yang di era Kolonialisme Bangsa Kristen Belanda sebelumnya belasan tahun keluar-masuk penjara dan pengasingan, malah kemudian dipenjarakan oleh bangsanya sendiri. Panglima Tertinggi Revolusi Indonesia setelah diisolasi super ketat di Wisma Yaso itupun segera ngedrop kesehatannya. Setelah 3 tahun sakit keras tanpa perhatian Negara, Bapak Pendiri Republik inipun menghembuskan nafas terakhirnya.
Sedangkan Soeharto setelah lengser segera dituntut oleh Kejaksaan Agung atas tuduhan pidana Korupsi ratusan triliun yang dilakukan oleh aneka Yayasan2 Sosialnya. menyangkut penggunaan uang negara oleh 7 Yayasan yang diketuainya, yaitu Yayasan *Supersemar*, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab).
Modus korupsi yang dilakukan Soeharto menurut Kejaksaan Agung adalah Peraturan Pemerintah (PP) No 15/1976 yang menentukan 50% dari 5% sisa laba bersih Bank Negara disetor ke *Yayasan Supersemar*. Dalam amar putusan yang ditetapkan 8 Juli 2015, Mahkamah Agung menyatakan Yayasan Supersemar harus membayar ganti rugi ke negara sebesar Rp *4,4 Triliun*. Namun, hingga kini Yayasan Supersemar baru membayar Rp 300 miliar saja. Negara Hukum inipun dibuat tidak berdaya.
Belum terhitung Triliunan rupiah lagi dari ke-6 Yayasan lainnya yang berpuluh tahun menghimpun dana publik sebagian besar mengalir ke bisnis anak2nya Soeharto.
Soeharto terhitung hanya sekali saja mau menghadiri Sidang Tipikor. Setelah itu Soeharto selalu mangkir dengan dalih Sakit. Tidak lama kemudian kasus korupsinya ditutup karena alasan Soeharto *SAKIT PERMANEN*. Tidak ada penjelasan Sakit Permanen itu apa: apakah merupakan varian Virus Corona, Corola, atau apa. _Wallahu a’lam_.
Itu membuktikan bahwa Soeharto memang sudah lengser, tapi kekuasaannya tidak ikut lengser bersamanya. Dan yang pasti, Soeharto yang sebelumnya adalah Bapak Bangsa tentu tidak ingin wafat di dalam Penjara sebagaimana nasib Soekarno yang pernah dipenjarakannya tanpa proses Peradilan.
Soekarno, di era SBY akhirnya tahun 2012 dikukuhkan sebagai sebagai Pahlawan Nasional. Tidak lama setelah itu para penerus Soeharto pun mewacanakan pengusulan Soeharto juga sebagai Pahlawan Nasional. Ada yang dengan “malu-malu”. Tapi ada juga yang dengan penuh semangat “juang” tapi dengan kembali menabur angin “Komunisme” kepada Jokowi sebagaimana yang dialami Bung Karno. Bahkan Bung Karno yg sudah lama wafat dan telah dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional pun kembali dibully sebagai Komunis yang dipersepsikan Ateis dan Pengkhianat Pancasila. Ribuan Hoax tentang dosa2 Soekarno dan Jokowi diviralkan, distigmasi sebagai Rezim Otoriter, Rezim Anti Agama, Boneka Komunis Cina yang harus kembali dilengserkan. Aneka meme Jokowi yang _”Planga-Plongo”_ merendahkan martabat Kepala Negara meramaikan jagad media sosial. Aneka kebijakan Jokowi disimpang-siurkan, bukan hanya membingungkan rakyat tetapi juga membuat rakyat tidak patuh dan selalu berseberangan dengan Pemerintah. Termasuk program nasional Perang melawan Corona.
Apa yang terjadi di Jembatan Suromadu Madura sungguh kontras dengan yang terjadi di Jakarta, Bandung dan kota2 besar lainnya.
Saya melihat mereka yang rajin menviralkan aneka Hoax seputar Dana Haji, Anti Imunisasi Cov-19, hingga Kebangkitan PKI yg meramaikan Media2 Sosial dan Grup2 WA orang2nya dari kelompok yang itu2 juga. Mereka yang belum juga _Move On_ kecuali sampai Trah Soekarno dilengserkan.