Pihak Penyidik Hentikan Kasus Dugaan Pencabulan Anak Disabilitas, Keluarga Korban Mohon Keadilan

Bima, Salam Pena News
Kasus dugaan pencabulan dan pemerkosaan terhadap gadis dibawah umur hingga hamil di Kecamatan Ambalawi, Kabupaten Bima yang melibatkan salah satu aparatur desa setempat dihentikan penyelidikanya.

Berkas perkara tersangka atas inisial Ci dinyatakan berhenti karena tidak cukup bukti. Kasus ini dilaporkan pada tanggal 15 Agustus 2021 yang lalu oleh pihak keluarga korban kepada pihak yang berwajib.

Pihak korban melaporkan tentang dugaan pencabulan oleh oknum berinisial Ci terhadap keluarga mereka berinisial N warga Kec. Ambalawi Kab. Bima NTB.

Pihak keluarga awalnya curiga dengan perubahan sikap dan reaksi terutama mengenai fisik (perut korban) yang semakin hari semakin membesar/tengah hamil muda.

Dari kecurigaan tersebut, kemudian oleh orang tua korban memangil anaknya yang berinisial N untuk ditanyakan lebih lanjut. Pada saat ditanya, awalnya korban ini diam saja dan takut untuk mengakui siapa yg telah menghamili dirinya. Setelah beberapa kali ditanya, akhirnya korban menceritakan semua kejadian dan menyebut nama pelakub (berinisial Ci) yang kesehariannya bertugas sebagai K.UR Desa.

“Setelah berkali-kali ditanya, baru dia (korban) mau ceritakan kejadianya. Dia juga menyebut nama (Ci) yang melakukanya”, ungkap Hajrika kepada media, Rabu (03/11/2021).

Ipar korban ini juga menambahkan bahwa pelaku sempat ingin dihakimi massa, namun dia cepat mengamankan diri ke Kapolsek Ambalawi. Pada saat mengamankan diri itulah terduga pelaku pencabulan mengakui perbuatannya kepada pihak keluarga melalui Hajrika ipar Korban. Bahkan keluarga pelaku berusaha mendekati keluaga korban untuk berdamai dan mau bertanggungjawab untuk menikahi korban. Namun ditolak oleh pihak keluargakorban, karena mereka berpikir, dinikahi untuk apa? sedangkan korban adalah disabilitas.

“Pelaku sempat akan dihakimi masa, tapi dia (Ci) cepat mengamankan diri ke kantor Polsek. Saat itulah pelaku juga sudah mau mengakui perbuatanya dan berjanjinakan menikahi korban, tapi kami menolak”, jelasnya lebih lanjut.

Mirisnya sekarang kasusnya dihentikan. Berdasarkan surat dari Kepolisian Resort Bima Kota Nomor : B/931/X/RES.1.4/2021/Raskrim menyatakan kasus tersebut dihentikan karena tidak cukup bukti untuk menjerat pelaku.

Pihak keluarga melalui wartawan menyampaiakan bahwa;
1. Mereka merasa tidak mendapatkan keadilan, karen tidak semua fakta tertulis dalam BAP.
2. Tidak ada kesepakatan/titik terang dari kedua belah pihak,
3. Pelaku agar dihukum seadil-adilnya sesuai UU yang berlaku.

Kasus inipun mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, khususnya dari Taufan, Sh,MH, dosen Fakultas Hukum Unram. Dia mengatakan bahwa seharusnya polisi menelusuri fakta baru dapat menerapkan pasal yang menjeratnya.

“tugas polisi adalah menelusuri fakta kemudian terapkan pasal, bukan sebaliknya, polisi seolah-olah memaksa menggunakan pasal 285 KUHP, pada hal dalam kasus hukum polisi harus dalami fakta baru kemudian terapkan hukum”, katanya saat dihubungi di Mataram.

Dalam hasus ini Taufan menilai bahwa polisi telah gagal menjalankan fungsinya melindungi dan memberikan keadilan pada korban.

“Saya nilai polisi gagal menangami kasus ini, dann kita sebagai masyarakat harus mendorong peradilan yg adil, agar semua fakta-fakta terungkap, kita tentu menginginkan penyelesaian yg terbaik, mampu menghadirkan kemanfaatan dan perbaikan bagi pelaku serta pemulihan terhadap korban maupun keluarga”, tambahnya.

Taufan berjanji akan membantu serta mendampingi keluarga korban untuk mendapatkan keadilan.

(EB)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *