Mataram, Salam Pena News – Koordinator Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Pemerhati Daerah NTB, Hartawan melaporkan Wakil Bupati Lombok Timur yang juga sebagai Ketua HKTI NTB dan bendaharanya ke KPK RI. Mereka dilaporkan karena diduga ikut terlibat dalam kasus gratifikasi dan penggelapan dana KUR Pertanian Tahun Anggaran 2020.
“Alhamdulillah laporan kami terkait dugaan gratifikasi dan penggelapan dana KUR Pertanian diterima KPK. Kami menduga R dan I sebagai terlapor terlibat aktif dalam kasus tersebut. Tentunya dengan masuknya laporan ini, kami berharap KPK RI segera menindaklanjuti perkara ini,”kata Hartawan dalam rilisnya, Jum’at (19/11/2021).
Seperti yang diketahui jumlah penerima KUR Pertanian untuk petani Jagung sebanyak 622 orang yang tersebar di Desa Kwang Rundun, Sekaroh, Ekas Buana, Pemongkong, dan Seriwe dengan luas lahan sebesar 1582 Ha. Jika mengacu pada nilai tunggakan perhektar sebesar Rp 15 juta, maka bisa disimpulkan bahwa negara mengalami kerugian Rp. 23.7 milyar lebih.
Hartawan mengatakan dugaan keterlibatan R tidak terlepas dari peranan besar I selaku Bendahara HKTI NTB, menurutnya tidak mungkin seorang ketua HKTI NTB tidak mengetahui persoalan tersebut, terlebih ia sebagai pejabat publik.
“Kami menilai saudara I terlibat aktif dalam mengkoordinir beberapa Kepala Desa yang ada di Kecamatan Jerowaru guna melakukan pendataan calon penerima KUR Pertanian. Peranan saudara I yang begitu besar tersebut tidak mungkin tanpa koordinasi dengan ketuanya yang saat ini sedang menjabat sebagai Wakil Bupati Lombok Timur, terlebih membawa nama HKTI NTB itu sendiri,” ucap Hartawan.
Lebih lanjut lagi, pria yang akrab dipanggil Awan itu menilai ada unsur gratifikasi dalam proses pengumpulan data calon penerima KUR Pertanian. Hal itu berdasar dari paparan oknum Kepala Desa yang menyebut dirinya dijanjikan berbagai keuntungan.
“Ada oknum Kepala Desa mengaku diiming-imingi berbagai keuntungan dalam proses penyaluran bibit jagung ke masyarakat, bahkan ia dijanjikan uang berapun yang diminta oleh Bendahara HKTI NTB. Namun oknum Kepala Desa itu menolak tawaran tesebut dengan alasan takut tidak sesuai ekspektasi, ia lebih menyarankan Bendahara HKTI memberikan tawarannya ke Kepala Desa yang lainnya. Oknum Kepala Desa tersebut mengaku hanya menerima puluhan juta rupiah saja, itupun dipakai untuk keperluan pengurusan administrasi database calon penerima KUR Pertanian,” urainya.
Tidak sampai disitu Hartawan menilai penunjukan CV ABB sebagai off taker terindikasi mengandung unsur nepotisme, ia beranggapan bahwa perusahaan tersebut berafiliasi dengan Bendahara HKTI NTB.
Ada unsur nepotisme dalam penunjukan CV ABB dan MTANI sebagai off taker penyalur barang-barang kebutuhan para petani jagung. Dari berbagai informasi yang kami himpun, ada indikasi bahwa Direktur CV ABB merupakan saudara dari Bendahara HKTI NTB sendiri.
Sementara Iwan Setiawan, Sekretaris HKTI NTB mengkonfirmasi bahwa HKTI NTB tidak memiliki kewenangan dalam memberikan KUR.
“Siap, kami dari HKTI NTB tidak dalam kapasitas memberikan KUR, untuk KUR pertanian murni perikatan antara perbankan dan off taker bersama petani, HKTI NTB tidak ada kewenangan dalam menentukan kreditur, semua ranah perbankan,” ujarnya melalui pesan singkat WhatsApp.
Himbau Masyarakat Untuk Pro Aktif
Pada tahun 2020 lalu realisasi anggaran untuk program KUR Pertanian di NTB mencapai Rp 500 miliar, hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Pembiayaan PSP Kementerian Pertanian saat penandatanganan MoU Kerjasama dengan Ketua HKTI NTB di Mataram beberapa waktu lalu.
Realisasi anggaran tersebut sangat fantastis dan membutuhkan berbagai elemen dalam pelaksanaanya, yaitu melibatkan lembaga perbankan, HKTI NTB, MTANI, dan CV ABB sebagai off taker. Salah satu tugas off taker adalah memfasilitasi hubungan antara petani dengan pihak lainnya yang memberikan kontribusi dan dukungan untuk kelancaran usaha pertanian; benih, pupuk, pestisida.
Namun besarnya nilai angka realisasi anggaran KUR Pertanian untuk NTB tersebut tidak sesuai dengan fakta dilapangan, justru memunculkan berbagai persoalan.
“Ada 622 orang pernah melakukan tandatangan akad sebagai calon penerima KUR Pertanian. Proses penandatanganan tersebut dipandu oleh HKTI NTB sebagai mitra pemerintah, CV ABB dan MTANI sebagai off taker dan Bank BNI Cabang Mataram sebagai mitra perbankan. Proses tanda tangan akad tersebut berlangsung di Kantor Desa masing-masing, tepatnya di bulan Desember 2020 hingga Februari 2021, namun pasca tandatangan tersebut, masyarakat tidak pernah menerima ATM dan Buku Rekening Banknya, tau-tau mereka punya hutang di Bank,” ucapnya.
Lebih lanjut lagi, Hartawan menyebut persoalan ini mencuat ketika masyarakat yang ingin meminjam dana KUR di Bank BRI terkendala tunggakan di Bank BNI padahal masyarakat tersebut merasa tidak pernah berhutang di Bank BNI.
“Persoalan ini muncul ketika sejumlah masyarakat yang ingin mengajukan pinjaman di Bank BRI tidak bisa diproses, mereka dinilai keuangannya bermasalah karena memiliki tunggakan di Bank BNI. Usut punya usut tunggakan itu berasal dari dana KUR Kementerian Pertanian RI yang belum dilunasi, mirisnya lagi para petani tersebut tidak pernah melihat ATM ataupun buku rekeningnya, mereka justru menanggung hutang di Bank BNI Cabang Mataram sesuai dengan nilai jumlah lahan yang mereka miliki, lalu bagaimana uang itu bisa cair dan menjadi hutang bagi masyarakat?” Ujarnya.
Koordinator GMPPD NTB mempertanyakan tanggung jawab pihak-pihak terkait atas kejadian yang menimpa masyarakat dan mengaku perihatin terhadap masyarakat yang menjadi korban.
“Berdasarkan temuan kami di masyarakat, para petani Jagung di Kecamatan Jerowaru mengaku pernah menerima bibit, pupuk, dan sejenisnya. Namun pemberian tersebut tidak merata; dalam artian ada yang dapat bibit, tidak dapat pupuk, dan sebaliknya, itupun sifatnya hutang. Jika ditotal nilai harganya tidak sampai sampai Rp. 2 juta, bahkan para petani yang menjadi korban mengaku telah melunasinya. Kondisi demikian membuat kami sangat prihatin dan meminta pihak-pihak yang terlibat bertannggung jawab. Jangan untungnya saja yang diterima, ketika ada masalah seperti ini justru saling lempar tanggung jawab, seolah-olah cuci tangan,” cetusnya.
Dengan munculnya berbagai permasalahan dan kejanggalan- kejanggalan didalamnya, Kurniawan menilai program KUR Pertanian tersebut merupakan upaya pemufakatan jahat elit-elit HKTI NTB dan kroni-kroninya untuk merampok uang negara dengan dalih KUR untuk petani. Lebih mencengangkan lagi, salah satu oknum Kepala Desa pernah menerima uang milyaran rupiah dari saudara I melalui perusahaan off taker.
Dari berbagai persoalan tersebut, lelaki yang akrab disapa Hartawan menghimbau para petani yang dirugikan untuk mendatangi Bank BNI terdekat dan aktif mengawal dugaan penggelapan dana KUR Pertanian.
“Demi mendukung kelancaran proses hukum, kami menghimbau masyarakat yang menjadi korban mendatangi Cabang Bank BNI terdekat untuk mengecek transaksi keuangannya masing-masing dan melaporkan besaran kerugiannya ke tim advokasi kami di lapangan atau menghubungi email kami di gmppd@gmail.com, kita hidup di negara hukum dan hal-hal seperti ini harus kita dukung penyelesaiannya di ranah hukum,” tutupnya.
(ARF)