Mori Hanafi Jangan Pengaruhi Kampus Untuk Merubah Keputusan Partai

Oleh
Herdiawan
Mantan Ketua Umum HMI Cabang Dompu

Selama cara dan sikap Mori Hanafi mencoba memainkan politik kawasan lewat perguruan tinggi yang ada di Bima dan Pulau Sumbawa, “Maka sikap itu tidak mencerminkan adanya etika baik dalam memberikan pelajaran Politik”.

Apakah Mori Hanafi tidak mau saling membesarkan sesama kader, “Apakah yang akan menggantikan dirinya dari Wakil Pimpinan DPRD NTB yang di usung Gerindra dari kader Partai lain”. “Kan Tidak”.

Kasihan Perguruan Tinggi disisipkan dalam urusan Partai Politik tertentu. “Seharusnya MH menahan diri untuk menggiring urusan ini kepada ranah pendidikan”.

Dunia Perguruan Tinggi mesti diarahkan pada Tradisi menjaga budaya Intelektual, Politik. “Bukan dijadikan sumber Politik Praktis”.

Bahkan, Perguruan tinggi bukan untuk digiring keruang politik praktis. “Tetapi dibantu baik dari segi anggaran maupun dari gagasan”.

Sangat disayangkan, “Cara MH dalam menggiring soal ini ke dunia Perguruan Tinggi”.

Praktek ini, “Jangan sampai menjadi cara pandang para politisi untuk menyusupi dunia pendidikan”. Situasi ini sangat menghawatirkan.

MH suda mulai jurus mabuk, “Tanpa mempertimbangkan efek dari melibatkan Perguruan tinggi dalam politik praktis”.

Kemudian, “Dalam demokrasi jika cara dan metode menjadikan kampus untuk mereduksi nilai-nilai Politik maka berefek pada percepatan delegitimasi Sumpah Pemuda yang sudah susah payah dilakukan pada tanggal 28 Oktober 1928 di masa lampau.

Sebenarnya, tidak boleh mengambil langkah-langkah membenturkan antara daerah yang satu dengan yang lain. “Sebap sikap berbahasa satu, bertanah air satu, bertumpah darah satu dalam bingkai Indonesia sudah selesai dan tinggal dipertahankan oleh setiap anak bangsa.

Sikap Politik Gagasan mesti harus lebih di utamakan, ini suda era 5.0.

Sayang kalau, “Kedaulatan Kultur”, yang suda memakan waktu, tenaga, dan bahkan pengorbanan nyawa para leluhur kita. “Lalu kemudian didiskusikan kembali. “Lantaran ada sesorang yang tidak mengambil sikap kesatria dengan legowo”, “Menghargai dan menerimah keputusan Partai”.

Suda mulai tidak sehat, “Cara berpolitik kalau alasan mempertahankan MH”, lantaran tidak ada keterwakilan di Bima, Dompu dan Pulau Sumbawa.

Kalau seperti itu, “Cara pandangnya”, Posisi DPRD NTB sebagian besar untuk wilayah Bima dan Dompu hanya dimiliki oleh wilayah mana…

Lalu pertanyaannya, “Apakah itu adil”. Ndak kan?.

Begitu juga soal posisi Kepala Dinas yang ada di NTB, “Apa ada untuk keterwakilan wilayah Timur yang DPTnya bisa separuh dari jumlah penduduk Bima.

Pada hal, ” Di awal kami merasa MH dapat suara di Sape dan Lambu menggunakan politik program dan gagasan ternyata itu hanya fitnah”. Kalau dinilai dengan caranya membawa nama orang Bima dan Dompu sekedar untuk mempertahankan Wakil Ketua DPRD NTB saya kira perlu dipertimbangkan ulang.

Jangan gunakan kata Bima dan Dompu hanya pada musim untuk memenuhi hasrat kekuasaan.

Apakah tanpa jabatan Wakil Ketua DPRD NTB Mori Hanafi tidak bisa berfikir lebih luas lagi untuk kami orang Bima dan Dompu.

Jabatan Wakil Ketua DPRD bukan jabatan pembagian berdasarkan Dapil tapi peran kolektif Partai Politik.

Cukup Tanah yang dibagi berdasarkan ahli waris. lalu kenapa hanya Gerindra yang di tuntut secara kewilayahan, “Kan ada Demokrat, Golkar, PKS, PAN dan Partai lainnya”.

Ada juga partai lain yang mau ganti pimpinan, nyatanya tidak diusung dari Bima dan Dompu “Tapi nyatanya mereka adem adem aja”.

Sudalah MH, “Jangan bawah cara kampung di mekanisme Partai”. Kasihan partai dan rakyat di benturkan kiri dan kanan dengan alasan bagi-bagi jatah pimpinan DPRD atas nama wilayah.

Apakah salah Gerindra melakukan Perkaderan di dalam internal Partai.

Seharunya belajar pada anggota DPRD DKI dari Gerindra yang menerimah dengan baik setiap keputusan partainya.

Jika cara perkaderan salah, “Maka Ilmu yang konon katanya bisa membahagiakan manusia di dunia dan di akhirat terbantahkan”, lantaran cara kampung untuk merubah keputusan partai.

Soal Gugatan MH terhadap Partai Gerindra, “Menghambat kedaulatan rakyat yang diserahkan kepada dirinya”.

Saya sarankan, “hati-hati melawan keputusan partai”. Sebap efeknya besar.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *