Jakarta, Salam Pena News ~ Baru–baru ini, DPP Perkumpulan Masyarakat Pesisir Nusantara (PEMESTA) menggelar diskusi nasional bertemakan “Demokrasi, Lingkungan Dan Masa Depan Pesisir Indonesia”. Dengan menggandeng dr. Sanusi, Sp. OG sebagai salah satu narasumber membahas Potret Kesehatan Lingkungan Masyarakat Pesisir Dan Upaya Penyelesaiannya. Selasa (22/11/2022.
Bibir pantai selalu menjadi daratan berkumpulnya seluruh sampah yang ada di seluruh penjuru negeri. Sampah–sampah mencemari setiap bibir pantai yang ada di Indonesia. Hampir tiap 1 m2 pantai Indonesia terdapat 1,7 sampah plastic atau hampir keseluruhan jumlah sampah di laut Indonesia sebanyak 5,75 juta ton. Tentu dengan tercemarnya ekosistem laut, renta mengontaminasi ikan dan hewan laut lainnya. Ikan kemudian ditangkap dan dikonsumsi oleh seluruh penduduk. Maka kesehatan masyarakat sekitar terganggu.
Dampak resiko kesehatan nelayan dan masyarakat pesisir cukuplah besar. Data BPS 2011 menunjukan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 8.090 desa pesisir yang tersebar di 300 kabupaten/kota pesisir. Dari 234,2 juta jiwa penduduk Indonesia, terdapat 30% berprofesi sebagai nelayan. Dari 31 juta penduduk miskin, 25% diisi oleh nelayan dan masyarakat pesisir. Banyak pulau–pulau yang ada di Indonesia kekurangan dalam akses, sarana dan prasarana kesehatan, seperti pulau bungin, nusa tenggara barat, pulau miangas dan pulau–pulau lain.
“Saya pernah berkunjung di salah satu wilayah pesisir di Sulawesi. Di daerah tersebut akses kesehatannya kurang memadai, sehingga harus menyebrangi menggunakan kapal menuju rumah sakit. Hal yang sama terjadi di kabupaten/kota bima nusa tenggara barat. Masyarakat disana harus melewati perjalanan darat selama 12 jam, kemudian menyebrang menggunakan kapal untuk sampai ke Rumah Sakit Propinsi. Kasus terakhir bahwa ada masyarakat yang meninggal diperjalanan menuju Rumah Sakit Propinsi. Tentu kita tidak menginginkan banyak kasus kematian hanya karena akses kesehatan kurang memadai,” ujar dr. Sanusi, Sp. OG dalam kegiatan diskusi nasional DPP PEMESTA.
Lanjut dr. Sanusi, Sp. OG “untuk mereduksi resiko kematian dalam perjalanan, maka sarana dan prasaran kesehatan di masing – masing wilayah harus terpenuhi. Oleh karenanya, pemekaran propinsi yang kekurangan akses kesehatan wajib disegerakan. Pemekaran pulau Sumbawa merupakan program yang sudah finis, hanya saja terkendala pada masa pergejolakan propinsi papua sehingga dimoraturium oleh presiden. Padahal syarat administrasi untuk pemekaran sudah terpenuhi.”
Pemekaran propinsi baru memungkinkan pemenuhan pembangunan infrastuktur, lebih khusus pembangunan infrastuktur kesehatan. Ketika infrastuktur kesehatan terpenuhi, maka resiko kematian masyarakat bisa ditekan sedemikian rupa.
“Tentu pemekaran Propinsi Pulau Sumbawa masih kita follow-up. Doakan agar bisa disahkan secepatnya untuk pemekaran,” ungkap dr. Sanusi, Sp. OG
Penyampaian dr. Sanusi, Sp. OG disambut hangat oleh seluruh peserta diskusi, seperti Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Aceh (IMPAS), Kesatuan Mahasiswa Bima Jakarta (KMBJ), BEM Unindra, BEM Uhamka, BEM Unisma, BEM Jayabaya, Korda BEM Nusantara DKI Jakarta Raya, HMI, KAMMI.
Pada Diskusi Nasional DPP PEMESTA juga dihadiri oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan diwakili oleh M.Yusuf, S.Hut., M.Si ; Anggota Komisi IV DPR RI Dr. H. Suhardi Duka, M.M; Alumni FEBIS UI Arifuddin Hamid, S.H., M.E; dan Aktivis Nelayan Tradisional Rusdianto Samawa.
(AW)