Merdeka Belajar, Bermasalah Dari Pendaftaran Hak Merek

Bima, Salam Pena News ~ Sejak konflik merek Merdeka Belajar FSGI selaku organisasi profesi guru telah memberikan kritik dan rekomendasinya, namun kebijakan ini terus ditayangkan bahkan kini telah mencapai 22 Episode. “Benarkah semuanya telah menuju kearah transformasi Pendidikan Indonesia, apakah setiap episodenya berjalan berkesinambungan, apakah dapat terlihat masa depan pendidikan Indonesia yang berkualitas ataukah justru terbaca tujuan spekulatif yang tidak berkelanjutan?”, ujar Mansur, Wakil Sekjen FSGI, Jum’at (30/12/2022).

Terobosan Merdeka Belajar Episode-1, dengan empat bidang sasaran, yaitu: (1) Mengganti UN menjadi Asesmen Nasional, bahkan membatalkan UN 2020, (2) Menghapus USBN yang bertepatan dengan Pandemi Covid-19(3) Menyederhanakan RPP menjadi 1 Lembar, (4) Menyesuaikan kuota jalur prestasi maupun zonasi.

Bacaan Lainnya

“Kebijakan ini telah cukup memberi angin segar pendidikan Indonesia ketika itu. Kenyataannya adalah tidak semua episode Merdeka Belajar berdampak bagi pendidikan, bahkan tidak sedikit yang dinilai kontra produktif terhadap kelangsungan program pendidikan di Indonesia”, tambah Mansur yang juga guru dan Wakasek di Lombok Barat.

Ketika Episode-4 Program Organisasi Penggerak (POP) diluncurkan, kontan berbagai reaksi ketidak percayaan publik mengemuka. “FSGI memberikan kritik keras dimulai dari proses rekrutmen hingga model impelementasinya. Apa yang terlihat hingga paruh ke-2 tahun bukanlah sebuah kemajuan yang diharapkan”, ungkap Eka Ilham, Kepala Bidang Diklat FSGI.

Eka menambahkan,”Dari fakta lapangan diketahui bahwa kebanyakan pelatihan model online yang diikuti oleh para guru sekolah sasaran sebatas pelatihan 1 – 3 jam atau paling lama dengan durasi 3 hari, kebanyakan berisi teori tanpa dibekali praktik dan tidak disertai pendampingan. Kebanyakan guru justru bingung saat akan mencoba mengimplementasikan, karena tidak ada contoh-contoh praktik yang sudah dilakukan. Akibatnya, pelatihan hanya tinggal pelatihan yang berujung sekedar pengetahuan tanpa implementasi”.

(EB)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *