Merasa Dizolimi Penegakan Hukum, Perempuan Asal NTB Ini, Kirim Surat Terbuka Ke Presiden, Kapolri Hingga Mahkamah Agung

Mataram, Salam Pena News – Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) asal Lombok Barat, Sastriawati mengirim surat terbuka pada Presiden, Ketua Mahkamah Agung, Kepala Kejaksaan Agung dan Kapolri, Minggu (16/11/2023). Ia mengadukan dugaan penegakan hukum di NTB, bermain akrobat dalam menangani kasus hukum yang menimpanya.

Ini surat terbukanya:

Kepada YTH:
Bapak Presiden RI
Bapak Ketua Mahkamah Agung RI
Bapak Kepala Kejaksaan Agung RI
Bapak Kepala Kepolisian RI

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Saya Satriawati, ASN, 39 Tahun, Suku Sasak, tinggal di Lombok Barat. Saya dihadapkan di pengadilan atas perbuatan yang tidak pernah saya lakukan. Rasanya menyakitkan, dan semakin menambah kekecewaan terhadap penegak hukum. Sedari awal di Polres Lombok Barat, saya sudah Panjang lebar menjelaskan. Fakta sudah diuraikan, bukti pun sudah diterangkan. Kami juga telah dipertemukan dengan pelapor, tidak ada kejahatan yang saya lakukan, justru pelapor tidak mampu membuktikan, dan memutar balikan fakta. Apalah daya, Polisi dan Jaksa bersikukuh menaikan kasus hingga saya harus duduk di depan hakim. Saya didakwa melakukan sumpah palsu dan memberikan keterangan palsu terhadap sertifikat tanah yang saya ubah di BPN Lombok Barat. Bule Jerman yang melaporkan, menyatakan saya telah membuat perikatan perjanjian jual beli (PPJB) atas tanah itu.

Saya kembali menyatakan dengan tegas, bahwa saya tidak pernah melakukan kejahatan yang dituduhkan. Jaksa pun tidak menunjukan bukti yang terang terhadap perbuatan yang dituduhkan. Saya mencoba bertahan, berharap pada upaya eksepsi terhadap dakwaan. Walau ditolak oleh hakim. Saya harus terus berjuang pada proses selanjutnya, pembuktian. Tidak ada fakta yang jelas bahwa saya pelakunya, sidang seperti akrobat.

Saya kembali kecewa, bertubi-tubi, setelah merasakan hakim Pengadilan Negeri Mataram cenderung meyudutkan saya, dengan kalimat yang menambah sakit, “kamu berbohong”, ditambahkan ceramah yang seolah-olah saya menyembunyikan sesuatu dan mengarahkan sayalah pelakunya. Ini tidak adil. Saya pun tersudut, takut, saya tidak akan mendapatkan keadilan. Saya berharap pada keberpihakan Tuhan, alam semesta untuk menggerakan hati dan pikiran manusia. Saya tidak akan berhenti memperjuangkan keadilan untuk saya, keadilan untuk Perempuan yang tertindas oleh hukum.

Kamis (16/11/2023) Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutan selama 1,6 tahun, atas perbuatan yang tidak saya lakukan itu. Luka saya semakin dalam, teringat kembali almarhum suami dan anak kami. Sungguh tega, pelapor dan penegak hukum mengirim saya ke dalam permainan yang tidak saya pahami, berkali-kali. Dan miris, penegak hukum seolah memihak pada warga negara lain ketimbang saya WNI, orang Lombok, suku Sasak.

Sebelum proses hukum itu, saya adalah pemilik sebidang tanah dengan luas 642 m2 (± 6,5 are) yang berlokasi di Sekotong Barat Desa Batu Leong. Saya membeli tanah tersebut dengan almarhum Suami pada tahun 2007 dan semenjak saya beli sampai sekarang tanah tersebut saya masih kuasai dan penjaga saya dari tahun 2007. Sampai sekarang ini masih tetap tinggal di tanah saya.

Pada tanggal 25 maret 2012 suami saya meninggal. Sehari setelah meninggalnya suami saya, kata penjaga rumah saya yang berlokasi di Batu Layar, mantan supir suami saya datang bersama sama dengan temannya yang berwarga negara asing yang bernama NORBERT KOCH dan langsung memasuki rumah saya dengan mengggunakan kunci palsu atau duplikat. Penjaga rumah saya langsung telpon saya dan setelah saya datang di rumah, saya cek isi dalam rumah saya ternyata barang berharga dan dokumen saya hilang, termasuk sertifikat tanah saya yang di Sekotong.

Akhirnya pada tahun 2014 saya putuskan untuk membuat sertifikat baru. Setelah 4 tahun kemudian tiba-tiba saya dapat panggilan pada bulan Mei 2018 oleh POLDA NTB, bahwa ada yang mengaku telah membeli tanah saya dengan cara membuat perikatan perjanjian jual beli melalui notaris pada tahun 2010. Setelah saya baca isi PPJB tersebut KTP yang dia pakai adalah KTP yang berbeda dengan KTP saya. No. KTP dan bulan lahir saya berbeda dan yang aneh lagi katanya di PPJB tersebut pembayaran sudah lunas tanpa ada kwitansi dan telah dibayar sebelum saya tanda tangan PPJB tersebut.

Yang aneh lagi pembayaran dilakukan untuk dirinya sendiri sehingga pihak kepolisian bertanya kepada saya tentang kebenaran tanda tangan di PPJB tersebut tapi saya telah menolak karena saya tidak pernah menandatangani PPJB tersebut sehingga pihak kepolisian juga menghentikkan masalah tersebut. Anehnya fakta inilah yang digunakan oleh Jaksa, dan tidak mampu dibuktikan KTP yang digunakan dalam PPJB.

Pada bulan November tahun 2018 dan 2019 muncul lagi surat panggilan melalui Polres Lombok Barat. Polisi menetapkan saya sebagai Tersangka dengan tuduhan melakukan sumpah palsu atau keterangan palsu di bawah sumpah di BPN Lombok Barat, karena saya membuat sertifikat baru. Padahal saya tidak pernah menjual tanah saya. Pihak kepolisian melihat isi PPJB tersebut banyak yang aneh.

Akhirnya saya juga dipertemukan oleh pihak pelapor. Pihak pelapor mengatakan dengan jujur bahwa saya tidak pernah menguasai tanah dan saya tidak punya kwitansi karena tidak pernah membayar tanah saya tapi walaupun begitu pelapor mengatakan kalau tidak ada solusi, dia mengancam saya akan di penjara, akhirnya karena saya tidak mau memberikan tanah saya kepada pelapor saya di tahan dan sertifikat tanah saya di sita oleh polisi.

Setelah beberapa hari kemudian, ketika saya di tahan saya di suruh pake baju tahanan dan di foto depan belakang kiri kanan dan di suruh buka lagi.
Sekarang kasus saya sudah di pengadilan dan di tuntut 1 tahun 6 bulan penjara karena saya tidak mau mengikuti kemauan pelapor yakni membayar 200 juta, memberikan sertifikat tanah dan tanda tangan akta jual beli. Saya memilih masuk penjara dari pada saya menyerahkan tanah saya yang tidak pernah saya jual ke siapapun dan tidak pernah menerima pembayaran tanah saya dari siapapun.

Atas kejadian yang menimpa diri saya, semoga bisa menjadi pelajaran terhadap seluruh masyarakat di indonesia ini bahwa teryata bagi orang kecil seperti saya ini tidak mudah untuk mendapatkan keadilan dan atas perhatiannya saya haturkan terima kasih
Mataram, 16 November 2023
Hormat Saya, SATRIAWATI

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *