PB HMI Tuding Polres Bima Dan Pemda Pelaku Pembungkaman Demokrasi

Bima, Salam Pena News – Enam orang aktivis mahasiswa yang merupakan kader dari kelompok Cipayung Plus ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Bima pasca melaksanakan aksi unjuk rasa damai pada 28 Mei 2026 lalu,  Penahanan ini menuai kecaman luas dari berbagai kalangan masyarakat sipil dan organisasi kemahasiswaan yang menilai tindakan tersebut sebagai bentuk nyata pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi. Jum’at, 30/5/2025.

Fitrah Fungsionaris PB HMI lewat Prees realisnya menyampaikan, Aksi yang dilakukan oleh para kader Cipayung Plus bertujuan untuk menyampaikan aspirasi rakyat, namun justru direspons dengan penangkapan yang tidak yang menghambat perjuangan, Tindakan represif dari pihak APH, dan ungkapan dari Wakil Bupati Bima saat ini tidak dapat dibenarkan dalam negara hukum yang menjunjung tinggi prinsip demokrasi.

“Ironis, di tengah kondisi genting ini, Wakil Bupati Bima melalui sambungan telepon justru mengeluarkan pernyataan yang menyudutkan mahasiswa, dengan menyatakan bahwa “mahasiswa harus bertanggung jawab, Tidak ada kompromi yang mekukan aksi, itu membuat daerah kita tidak maju” Pernyataan ini dinilai sebagai upaya untuk membungkam ruang kritik dan mengaburkan semangat kebebasan berpendapat, khususnya di kalangan pemuda dan mahasiswa”. Pungkasnya.

Lebih lanjut, apa yang dilakukan oleh Polres Bima merupakan bentuk nyata pembungkaman terhadap aktivis dan mahasiswa, Ini mencederai demokrasi dan hak konstitusional warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum, tegas Fitrah

Terkait hal itu, Fitrah meminta kepada Polres Bima segera membebaskan keenam aktivis yang ditahan tanpa syarat. Begitu juga dengan Pemerintah Kabupaten Bima, khususnya Wakil Bupati, menarik kembali pernyataan yang menyudutkan mahasiswa dan meminta maaf secara terbuka dan mendesak Kapolri agar mengevaluasi Polres Bima dan Kapolda NTB.

Dirinya juga menegaskan, bahwa penahanan yang dilakukan oleh Polres Bima dan Pemda Bima terhadap sejumalah aktivis Cipayung plus Bima menjadi preseden buruk bagi kehidupan demokrasi.

“Jika aspirasi rakyat dibungkam dengan kekerasan dan kriminalisasi, maka pemerintahan daerah dinilai gagal menjalankan amanah rakyat dan proses reformasi konstitusi,” tandasnya (B/U)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *