Tok, Hakim Tipikor Mataram Ultra Petita Vonis Ringan Lima Terdakwa Korupsi Pengadaan Kapal Dishub Bima, Adhar Menilai putusan Hakim Sudah Tepat

Mataram, Salampena News – Lima Terdakwa kasus korupsi pengadaan empat unit kapal kayu pada Dinas Perhubungan (Dishub) Bima tahun 2021 di vonis ringan.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Mataram  yang di Pimpin  Hakim Ketua Mukhlassudin
menjatuhkan vonis 1 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsidair 1 bulan kurungan  terhadap terdakwa Mahmud alias H. Mahmud, Rabu (4/6/2025).

Hakim juga menjatuhkan vonis 1 tahun penjara
dan denda Rp50 juta subsidair 1 bulan kurungan
terhadap empat terdakwa lain, yakni Abubakar selaku PPK I, Amirullah selaku PPK II, Syaiful Arif selaku Konsultan Perencana dan Konsultan Pengawas CV Malindo dan Saenal Abidin selaku  Direktur CV Sarana Fiberindo Mandiri.

Dalam putusan hakim, kliennya hanya dijatuhkan pidana denda Rp 50 juta dan tidak dikenakan membayar uang pengganti.

Adhar, SH., MH selaku Kuasa Hukum, H.Mahmud dari Kantor Hukum Sambo Law Firm mengatakan Hakim melakukan ultra petita putusan terhadap para Terdakwa menjatuhkan putusan Pasal 3 UU Tipikor . Hal mana sebelumnya Jaksa penuntut umum dalam tuntutan menerapkan Pasal 2 jo pasal 18 UU Tipikor dengan hukuman 6 tahun penjara dan pidana denda 300 juta.

Pihaknya menilai Putusan hakim sudah sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.  Hal tersebut dalam perkara A qou menurutnya CV Fiberindo Mandiri sebagai pelaksana pekerjaan telah membayar kerugian negara 100 persen berdasarkan temuan BPK. Sebab kerugian negara dari hasil audit BPKP yang menjadi dasar jaksa mendakwa dan menuntut kliennya dapat dikesampingkan, karena  metode audit yang digunakan BPKP adalah potensial loss bukan actual loss.

Sementara dengan tegas Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016 putusan MK ini menyatakan unsur kerugian negara pada Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor harus dibuktikan dengan kerugian yang benar-benar terjadi/nyata (actual loss) bukan sekedar potensi kerugian negaranya saja (potensial loss).

Selain itu Adhar menambahkan bahwa kerugian negara di dakwaan dan tuntutan jaksa terdapat perbedaan yang mendasar  secara normatif. Maka  demikian seluruh dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum haruslah tidak terbukti berdasar prinsip hukum acara pidana sebagai acuan penegakkan hukum di Indonesia.

“Tapi kami sebagai tim Kuasa Hukum H. Mahmud tetap memberikan apresiasi terhadap Putusan hakim yang berbeda dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yang lebih cermat menerapkan kerugian negara, sehingga putusan tersebut sangat adil jika kita cermati putusannya itu,”pungkas Adhar.

Sebagai informasi, vonis hakim terhadap lima terdakwa lebih ringan dibanding tuntutan JPU. Sebelumnya, terdakwa masing-masing dituntut 6 tahun penjara. Para terdakwa juga dituntut pidana denda masing-masing Rp 300 juta subsidair tiga bulan penjara. (red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *