Bima, Salam Pena News – Santernya isu rencana pernikahan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof. Dr. Anwar Usman dengan adik kandung Presiden Jokowi Widodo, dikaitkan dengan kepentingan penundaan pemilu 2024 dianggap sesuatu yang keliru. Menurut Riyan Fiqhi bahwa penundaan pemilu dengan pernikahan dianggap tidak ada korelasinya dengan jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi. Pada prinsipnya tidak ada pelanggaran hukum yang dilanggarnya, sebab urusan pernikahan merupakan ranah privat.
“Dalam hal ini, terlalu jauh ketika opini opini yang sangat keliru ini digiring untuk menyimpulkan adanya konfilk of interes dalam pernikahan beliau, yang pada prinsipnya ini merupakan ranah privat. Sehingga menurut saya opini yang sengaja dilemparkan hanya untuk mencari cari kesalahan beliau yang selama ini memang di kenal sebagai negarawan, sosok yang sangat menjunjung tinggi integritasnya,”jelas Riyan Fiqhi kepada media ini, Minggu (27/3/2022).
Disisi lain dari beberapa pandangan para pakar Hukum Tata Negara menjelaskan bahwa mekanisme pengambilan keputusan di Mahkamah Konstitusi tidak dilakukan sendiri. Melainkan mekanisme demokratis. Artinya tidak ada kaitanya dengan Ketua MK, sebab keputusan MK itu tidak diputuskan sendiri, ada 9 Hakim Mahkamah Konstitusi yang jika pada saat pengambilan keputusan sama sama memiliki hak dan kewenangan didalam mempengaruhi keputusan. Kalau pun ia ada kekhawatiran yang berlebihan dari masyarakat terhadap ketua MK yang akan menikahi adik kandung Presiden Jokowi tersebut.
“Hukum ini banyak penafsiran dan pertimbangannya, menurut saya setiap pertimbangan putusan mahkamah konstitusi memiliki pertimbangan Sosoligis, Filosofis dan Yuridis, tidak asal dikeluarkan ada dasar kehendak pribadi. Dan memiliki nilai akademis ketika dikabulkan ataupun ditolak untuk seluruhnya setiap putusan dalam pertimbangan sebuah putusan,”urainya.
Dikatakan secara hukum jelas pengangkatan Ketua MK dilakukan secara internal, sehingga independensi jelas terjaga. Anwar Usman dalam posisinya bukanlah orang yang langsung direkom atas usulan lembaga Exsekutif maupun Legislatif.
“Sehingga tidak memiliki kepentingan apapun dalam hal menjabat sebagai Hakim Konstitusi karna beliau dari unsur Yudikatif (Mahkamah Agung-red) yang memang merupakan hakim karir, lalu konflik of interes dalam hal urusan privat beliau ini dimana?. Dan Ibu Idayati juga bukanlah orang partai politik yang memiliki kepentingan terhadap kekuasaan, bahkan beliau berdua orang yang Law Profile. Sehingga menurut saya terlalu jauh kita menyimpulkan independensi ataupun keberpihakannya akan terganggu akibat pernikahan ini,”jelasnya.
“Keliru dalam menyikapi dan menyimpulkan hal yang berbau KKN apalagi sampai menyimpulkan pelanggaran hukum dalam urusan Privat ini,”sambungnya.
Kata Riyan yang juga alumni Universitas Mataram ini, “bernegara haruslah memiliki batasan ruang mana yang seharusnya orang ini dalam urusan privat tidak boleh di intervensi dan dikaitkan dengan jabatannya”.
“Wilayah Cinta dan Hukum adalah wilayah yang berbeda,”pungkasnya. (Aw)