Oleh : Khairuddin Juraid
Korwil Bapilu NTB 1 DPP Partai Golkar
Bima, Salam Pena News – Kisah garam nusantara terbentang jauh sejak masa kerajaan Majapahit. Inilah salah satu komiditi yang dikuasai dan diperdagangkan oleh Belanda sejak kehadirannya di bumi pertiwi. Era tanam paksa (cultuur stelsel) garam dimonopoli oleh Belanda bekerjasama dengan raja raja lokal. Seperti di Madura, pengelolaanya disubkontrakkan kepada orang Tionghoa dengan mempekerjakan pribumi. Dan pada masa ini pajak garam mulai diterapkan. Akibatnya banyak petambak garam yang gulung tikar dan produksi menurun.
Perubahan kebijakan Belanda ke Politik Etis ikut mempengaruhi usaha garam. Walaupun masih dimonopoli oleh Belanda, namun era politik etis mulai diperkenalkan teknologi pengolahan dan manajemen pengelolaan. Saat itulah mulai dibangun pabrik garam dengan teknik baru pembuatan garam briket. Juga dibenahinya tata produksi dan tata niaga, kebijakan ini membuahkan hasil positif.
Pasca Indonesia merdeka, muncul semangat anti penjajahan yang melahirkan kebijakan nasionalisasi. Salah satu badan usaha yang dinasionalisasi adalah perusahaan garam. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mengelola dan mengolah garam. Mulai dari perubahan status Perusahan Negara menjadi Perusahaan Umum tahun 1981, hingga menjadi Perseroan Terbatas 1991.
Perusahan Garam merupakan salah satu perusahaan BUMN yang sejak periode awal kemerdekaan sudah menunjukkan kondisi yang tidak sehat. Sehingga memaksa pemerintah untuk menempuh berbagai kebijakan agar dapat memenuhi kebutuhan garam (masyarakat dan Industri).
Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km dan merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia, dengan luas perairan laut mencapai 5,8 juta kilometer persegi, yang merupakan 71% dari keseluruhan wilayah Indonesia. Keunggulan lainnya adalah ketersediaan matahari rerata 6-8 jam sehari dengan suhu hingga 38 celcius.
Namun berkah alam saja bukan syarat mutlak untuk menjadi negara swasembada garam. Amerika Serikat dan China adalah produsen sekaligus importir terbesar garam. Belanda negeri dengan luas 41. 543 km persegi dengan perairan 18,41 persen dari total luas wilayah merupakan eksportir garam terbesar tahun 2015-2016.
Berdasarkan fakta tersebut diatas, maka negeri khatulistiwa ini semestinya bisa menjadi penghasil garam dunia. Namun kenyataan berbicara lain. Setiap tahun Indonesia justru impor garam dengan kuota yang semakin meningkat. Tahun 2021 kebutuhan garam nasional 4,6jt ton, sementara kemampuan produksi dalam negeri 2,1jt ton.
Terkait hal tersebut diatas, ada beberapa kendala yang harus dibenahi, agar bisa bersaing dan menjadi tuan di negeri sendiri. Yakni, Teknologi, luas areal tambak, Proses produksi, produktivitas, mutu garam, iklim dan kelembapan.
Inilah yang mesti dibenahi pemerintah dan masyarakat agar kita bisa menjadi negara atau wilayah yang maju. Kelak nasib garam tidak se-asin rasanya dan di “sia sia” kan.